Kamis, 08 Maret 2012

Mencari Pautan CiNTa



(Dari sebuah novel karya Fitri R. Ghozally "Sepenggal Cinta Dalam Kehidupan" terbit tahun 2004)


Sore mendung tabiri sang alam. Aku berlari dalam baju kedukaan. Hujan menghantarkan tetesannya. Aku kembali berlari. Berbekal keyakinan, aku mencoba melangkah menghindari genangan.

Kuyup...basah meraba raga. Aku kembali berlari, nafas lepas, rongga dada berpeluk dalam hawa yang menusuk.

Sejenak alam mati, namun nadi tetaplah berdetak. Aku tak berhenti, berlari tepis tetesan yang kian menjepit tiap helai luapan emosi dalam bayang semu kesunyian.

Di penghujung hujan aku menepi. Berdiri. Satu khayal dalam mimpi lama tertinggal sudah. Semua kuhancurkan, tinggalkan pergulatan batin.

Asa nampak enggan untuk mengakhiri, sementara perjalanan masih jauh menanti diri. Hariku berganti, berkejaran dalam aroma duka dan nestapa.Kelam, langit memberikan sosoknya. Tapi aku tak mau tertindih dalam perih. Aku terus berlari, mencari pautan bernaung, untuk merenda dalam satu batin.

Ah...akankah esok seindah pagiku?

Masa kini bertajuk poroskan roda derap. Aku masih mencari. Damai mengembaralah, aku ingin menyudahi redupnya cahaya raga.

Minggu, 27 November 2011

SaaT PeRaWaM MeNCarI CiNTa


Bila hari ini aku datang dalam relungmu, bukan berarti masih ada cinta untukmu. Bila hari esok aku beranjak dari hatimu bukan pula berarti tidak ada cinta untukmu.

Seperti kemarin aku datang hiasi pesonamu, seperti hari ini aku pun harus pergi meninggalkan dirimu. Aku terlalau menghayati keindahan hidup yang aku teteskan, aku terlalau menghargai kerangka hidup yang aku tegakkan. Sampai aku tak pernah tahu pada siapa cinta ini aku berikan.

Terkadang aku pun tak mampu mengartikan rasa yang ada. Aku terlalu melakonkan diriku sebagai mahluk yang hanya berharap tanpa mampu memberikan dan mengartikan. Aku tuai kata cintaku, aku semaikan rasa cintaku namun semuanya hanya sebatas kata tanpa perwujudan.

Mencari cinta yang sesungguhnya mungkin itu yang sedang aku telusuri. Pada siapa aku tujukan, dengan siapa aku bersanding menjadi tanda tanya besar dalam perwujudan langkahku.

Ada banyak kisah yang terjadi dalam tutur perjalananku. Ada banyak cerita yang telah terjadi antara aku dan dirinya. Dirinya yang bukan hanya satu tapi dirinya, dirinya dan dirinya. Namun semua tak pernah memberi satu bentuk rasa cinta yang apik yang akan aku tanam dalam dasar sanubariku.

Baru sekarang aku merasa bahwa cintaku bukanlah cinta yang didambakan oleh dirinya,dirinya dan dirinya.Cintaku hanyalah sebatas cinta tanpa makna yang dalam. Mengapa meski aku rasakan ?

Tidak! Aku bukanlah pecundang cinta. Aku seorang pengagung cinta,hanya cinta saja aku belum mampu menapaki alur cinta yang sesungguhnya.

Ketika aku mearasakan indahnya cinta bersama dirinya aku terbawa dalam angannya. Saat aku berkelana bersama cinta yang lain aku tergugah, dan saat aku menyatukan kata cinta dengan dirinya yang lain, aku pun terlena. Mana yang mesti aku tambatkan,dirinya,dirinya atau dirinya?

Segudang kata cinta telah aku dengar dari dirinya,dirinya dan dirinya. Sebentuk prosa cinta telah aku berikan pada dirinya,dirinya,dan dirinya. Tapi bahagia yang aku rasa, derita yang aku genggam tidaklah membuat aku hanyut dalam penelusuran jiwa. Yang aku rasa, aku hanyalah sekedar membalas kebaikan cinta dari dirinya,dirinya dan dirinya.

Aku tersenyum. Bukan senyum kebanggaan karena seorang wanita mempermainkan kata cinta, tapi senyum hambar keretakan hati kala mencari arti cinta dan makna yang sesungguhnya.

Ah mentari telah erat menyapaku. Aku berhenti dalam penelusuran kata hati. Aku buka hati bersama nuansa kebingungan. Aku tegakkan angan diri. Masih panjang jalanku untuk aku jadikan pegangan pencarian kata cinta yang lebih bermakna.
Merenung,menyendiri bersetubuh dengan langit biru menjadi teman dalam pencarianku. Aku seperti merpati, lepas terbang kemana aku suka. Tapi ternyata aku memerlukan sangkar sejati yang khusus dipersembahkan untukku.

Ah...aku telah menemukan jawabannya. Cinta tak usah dicari. Dia akan hadir dalam waktu dan tempat yang tidak bisa di cerna. Karena saat ini aku telah dipertemukan dengan cintaku. Aku begitu damai dalam cinta yang aku rasa. Aku begitu kagum akan rasa yang aku punya. Aku mencintainya. Aku telah jatuh cinta. Tapi pada siapa. Tidak pada siapapun, tapi pada hati dan jubah kalbuku sendiri.

Saat ini aku mengenal diriku sendiri lebih dari hari lalu. Saat aku mencari cinta yang sebenarnya, saat itulah hati dan jubah kalbuku telah jatuh cinta pada diriku sendiri. Betapa sekian lama aku berjalan dalam kerangka hidupku,sedikitun aku tak mengenal diriku sendiri. Sekarang aku boleh berbenah diri untuk hati dan jubah kalbuku yang baru aku kenal. Ternyata bukan cinta yang sewajarnya, tapi cinta yang sebenarnya. Cinta tanpa emosi adalah cinta yang bisa membuat aku tersenyum dalam ketulusan.

Dan sekarang saat senja mulai menyapa.aku telah dipertemukan dengan cintaku yang sesungguhnya, seorang yang kini bersemayam dalam tangkai keabadian hatiku.
Engau adalah raja bagi hati dan jubah kalbuku. Engkau adalah mahkota terindah yang aku miliki. Bersamamu ada pelabuhan indah yang tercipta untukmu seorang. Aku telah jatuh cinta,aku cinta kamu.

Kamis, 24 November 2011

CiNTa dalam PesaN KilaT


Kegalauan yang aku rasa saat ini tak mudah aku cerna. Semenjak aku mengenalnya semenjak itu pula aku merasakan ada keterbukan dalam hati. Dia yang hadir ketika salju kebekuan menutupi kutub hatiku kini menghilang dalam usikan hari.

Lama sudah aku menanti kehadirannya. Lelah tak lagi aku rasa, yang ada rasa kegundahan mengharap segalanya seperti dulu lagi. Ada seonggok harap aku labuhkan dalam benakku, kala karibmu datang menyampaikan pesan kilatmu ‘aku rindu kamu’.

Aku tersenyum sendiri. Kebahagiaan yang aku rasa melebihi satu kebahagiaan lain yang pernah aku rajut di waktu lalu. Benarkah? Aku tak kuasa menahan bahagia. Mataku kini terbuka lebar. Senyumku tak terkatup lagi kuurai hatiku dalam tulisan diri.

Kini, penantian itu kembali menemaniku. Pesan kilatmu tak jua datang. Aku bagaikan bunga yang menanti musim petik, aku bagaikan kegersangan yang menanti datangnya hujan. Ah....kebekuan makin terasa. Salju kian menggunung, namun kau tetap tak ada disini.

Haruskah aku tetap menantimu? Haruskah aku tetap memegang janji setiaku? Haruskah aku sendiri merasakan derita ini?kemana aku harus mencarinya.....dimana aku mendapatkannya lagi. Kemana karibmu berlalu, tidakkah pesan kilat dia sampaikan lagi?

Oh....hari ini,kala mendung menggantung menggapaikan sayapnya, kala alam redup berpayung awan,sepucuk surat datang kepadaku.

Kugenggam erat, aku tatap penuh harap. Ah, sehelai kertas dengan pesan yang teramat singkat ‘aku rindu kamu’.

Aku kembali tersenyum. Kupeluk lembar putih berpesan kilat. Kucium penuh gairah napasmu seolah ada didekatku,wangi badanmu menyengat di antara aroma duniawi. Ah...

Purnama telah berlalu dalam bergantinya musim, namun kau tak napak jua. Aku kalut, hariku kusut. Pesan kilat yang pernah kau kirim, kini hanya sebatas pesan kilat. Tak lagi mampu memberikan rona bahagia dalam langkahku. Aku tak butuh pesan kilat itu, aku butuh dirimu. Aku hanya ingin kau ada di sampingku. Aku hanya ingin kau pagut diriku. Kapan?

Hujan datang menjemput, bau tanah mengusik lamunanku. Kubuka tirai jendela. Oh...seorang dalam balutan basah bajunya berdiri menahan dingin di luar sana. Aku berlari, kubuka pintu hati dan umahku.ah...dia sipenulis pesan kilat. Ada disini berdiri di hadapku. Aku peluk...aku cium. Dia menatapku. Tidakkah kau rindu aku?

Saling menatap. Jemari saling meremas. Sebait pesan terdengar di telingaku’aku rindu kamu’. Aku mengangguk. Aku tersenyum di sela tangis. Sepucuk surat dia tinggalkan di tanganku. Saat dia berlalu,berlari menepis hujan, aku buka lembaran itu.

Masih juga sebuah pesan kilat’aku tak bisa memilikimu’.

Gelegar gemuruh menampilkan kekuasannya. Kilat menyambar. Kebekuan lumer sudah.pesan kilat yang kuharap telah datang bersama kehadirannya yang begitu singkat.

Aku berlari mengejar di bawah usikkan hujan, diantara serpihan keping hati. Aku mencarinya. Tapi dia sudah begitu jauh. Tinggal aku seorang diri menepis basah.

Tangis dan air mata berlomba bersama guyuran hujan. Aku masih tetap berdiri. Aku masih mengharap dia kembali, namun semua hanya angan. Dia tak kembali, terus berlalu.

Angin bertiup kencang dalam tarian tetes dari langit. Aku tak beranjak. Aku masih berdiri. Lunglai dalam keterpakuan. Penantian itu telah terjawab dengan sebuah kepedihan yang tiada tara.

Alam tak lagi basah. Aku masih terus mencari jawaban nyata dari kepergiannya. Izinkan aku Tuhan untuk dipertemukan. Aku tak mungkin melangkah dalam kepenasaran. Aku hanya ingin lebih menghargai kepergiannya, mengapa semua ini harus terjadi?

Oh....Tuhan, ternyata semua harus aku hadapi. Dia bukan kembali untuk diriku, tapi untuk dirinya yang kini duduk anggun disampingnya dalam satu ikrar suci. Dia bukan miliku, dia miliknya. Dia kembali hanya untuk menganyam teruntainya si janur kuning.

Sadar akan segalanya, aku beranjak. Aku biarkan luka berkelana. Ketika langkah aku seret dalam pedih, sosok yang membuat hancur hati ini berdiri dalam tatapnya. Tak pernah aku berpikir dia yang aku kejar diantara turunnya hujan dengan sendirinya hadir di depan pandanganku yang kosong.

Oh ...dia menjemputku. Aku biarkan dia merangkulku. Masihkah ada cinta ini untuknya? Aku tak bergeming. Aku biarkan tubuhku dalam pelukannya.

Sementara pesta belumlah usai, dia menarikku. Aku bersama dalam genggamannya. Hati dan jiwaku pasrah dalam ulurannya. Lelaki tegap itu meninggalkan kursi pelaminan, meluci busana pengantinnya. Kini dia berada disampingku dalam sorot mata penuh harap, mengharap kembalinya cinta dan tahta.

Hati dan jiwaku bersentuhan di antara jujur dan kesakitan. Apakah aku harus bergembira di atas kedukaan penggalan hati yang ditinggalkannya, ataukah aku harus merana dalam ratap yang tiada batas jika aku tidak menghendaki hadirnya cinta yang masih utuh bersemayam dalam sangkar kalbuku. Dirinya sekarang hadapanku, diam terkatup. Bibirnya membisu. Tiada bahagia yang dia rasa kala alunan gamelan penyatuan ikrar suci di dendangkan. Yang ada rasa tersayat mencabik seluruh kerangka penopang raganya. Dia jujur mengakui kekuatan cinta yang ada ternyata bukan untuknya tapi untukku yang setia dalam penghayatan cinta.

Sabtu, 19 November 2011

Persemaian Cinta


Coretan "CINTA DI ATAS DAWAI HATI" (sebuah novel terbit 2005)
------------------------------------------------------------
Kau hadir kala damai hati tak lagi ada. Kau sapa angan kala secabik duka menggores kisi hati. Kau jamah nadi kala diri terhempas diantara jurang cinta. Kau membuat luka ini tak lagi menganga. Hadirmu adalah secercah harap yamg melegenda.

Saat kemarau mengusik tiang-tiang pemangsa waktu, kau berdansa memberi kesejukan. Tersimpul senyum aku menatap bahagia yang kau labuhkan. Ya...hadirmu adalah warna baru bagi tirani rasa.

Kemarau dalam iringannya berlalu sudah. Satu persatu pula dia mulai mekar menjadi sehelai daun. Ah...hati ini kembali bernyanyi kala kuncup beku tak lagi ada,hilang brrsama hadirnya dermaga baru.

Aku merindunya. Aku memujanya. Aku mengharapnya, namun setitik cinta tak jua tumbuh bersemi dalam kedekatan.

Salahkah aku jika aku hanya mendambanya? Mampukah aku jika hanya memujanya. Aku ingin hasrat dan rasa kuperuntukan baginya,namun keringnya rasa tak dapat aku pungkiri. Ada bahagia kala engkau mendekat. Ada debar berdetak kala engkau mendayukan irama kemesraan,namun tetap hati dan jiwa tidak pernah tersisa untukmu.

Anganku tak penah berharap berpisah denganmu. Angan ini betapa takut untuk kehilanganmu. Tapi cinta belum juga tumbuh.

Apakah dirimu merasa bahwa rasa dan cintaku tidak bisa aku beri? Jika memang merasa aku mohon jiwamu tidak menyenandungkan nada kebenciaan. Karena yang sebenarnya juga aku mengharap ada cinta buat rasamu.

Ah...kemana cintaku telah terbang? Aku ingin rasa itu kembali hadir. Andai mungkin bisa engkau memberikan waktu lebih untukku,cinta dan rasaku akan tumbuh dan berkembang, bersemi dalam jalinan kasihmu. Andai jiwamu tak lelah mengharap datangnya musim semi itu,keabadian akan menyatukan satu rasa dari satu cinta tanpa sisa cinta yang pernah ada. Aku ingin keindahan cinta yang akan aku rasakan nanti hanya berpagut pada rumah cinta di dalam tahta sucimu.

Hati dan jiwaku mulai berlomba memadukan rasa untuk aku serahkan pada kebaikan jiwa yang selama ini ada mendampingi kepedihan. Aku tak mau merasakan kesakitan untuk kesekian kalinya. Hanya engkau yang mampu membuat taman cintaku kembali bersemi,hanya engkau yang mampu membuat hati dan jiwaku kembali berdansa. Tapi mohon maaf,cinta tak bisa aku beri untuk saat ini.

Oh...bulan akankah engkau hadirkan cahaya cinta untuk rasaku? Mungkinkah dirinya tak memberi sebongkah kebencian akan tertutupnya ranum cinta ini? Semoga dirinya bukanlah pejantan yang hanya sekedar membuka pintu cintaku. Tapi seorang yang juga menyediakan rasa tanpa lelah.

Ah...waktu begitu cepat beranjak. Sementara anganku masih tetap seperti dulu. Tak jua berkembang cinta dalam rasa. Tapi aku begitu menyayanginya. Dia tak pernah sedetikpun meninggalkan aku. Cintanya selalu aku rasakan dalam setiap getar hati yang dia torehkan padaku. Tapi maaf,cinta belum juga hadir.

Saat sungai meluapkan airnya,saat hujan kembali datang. Rumah hatiku terketuk oleh bingkai wajah di masa lalu. Dia yang pernah menorehkan luka di hati,hadir kembali. Aku terhenyak. Dadaku bergemuruh.

Setelah sekian lama aku merasakan duka,dengan tanpa penyesalan dia hadir mendendangkan ikatan untuk kembali bersama. Aku tak berani menolak,aku tak berani mengelak. Namun saat dirinya yang selama ini hadir menghapus dahaga dalam kelamnya hati hadir dalam bayangku,aku mempunyai satu kekuatan bahwa aku tak mungkin kembali. Aku tak akan pernah memberikan rasa dan cinta ini lagi padanya. Tidak, aku tidak mau mengulang untuk kedua kalinya. Aku hanya ingin mengawali rajutan penyatuan dalam canda bahagia,tanpa kepalsuan.

Ah...rasa dan cinta itu mulai tumbuh untuknya. Kala hujan usai menarikan basahnya,saat hawa dingin masih menjalari seluruh ruang gerak. Aku berlari, mencari dirinya yang membuat hati dan cintaku terbuka. Aku memeluknya,mendesah dalam kepolosan.

Dirinya yang aku cari ada bersama pelukanku. Erat tak mungkin terpisah.

Hujan kembali datang. Basah menghanyutkan rasa dan cinta. Dingin terasa hilang bersama kehangatan cintanya yang hadir kala badai akan kembali datang.